Kamis, 10 Oktober 2013
Rabu, 03 Juli 2013
DAMPAK KURANGNYA PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PHISIK ANAK
Seorang anak di masa modern sekarang ini sangat
membutuhkan arahan, perhatian dari orang tua sangat diperlukan. Karena semakin
bertambahnya umur seorang anak akan membuat dia ingin tahu lebih jauh tentang
apa yang mereka ingin ketahui.
Dengan berkembangnya teknologi sekarang dibutuhkanlah orang tua yang dapat mengawasi, mendidik serta memberikan arahan yang baik terhadap anaknya agar anak tersebut tidak mengarah ke hal-hal yang negatif. Karena orang tua yang sudah tidak memperhatikan anaknya mungkin moral anak tersebut bisa rusak karena pengaruh-pengaruh dari lar yang menjerumuskannya.
Dengan berkembangnya teknologi sekarang dibutuhkanlah orang tua yang dapat mengawasi, mendidik serta memberikan arahan yang baik terhadap anaknya agar anak tersebut tidak mengarah ke hal-hal yang negatif. Karena orang tua yang sudah tidak memperhatikan anaknya mungkin moral anak tersebut bisa rusak karena pengaruh-pengaruh dari lar yang menjerumuskannya.
Tidak mungkin ada orang tua yang ingin anaknya
menjadi tidak benar/hancur karena kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan,
maka peranan orang tua sangat lah penting dimana seorang anak harus mendapatkan
perhatian yang cukup dan tidak memberikan perhatiannya terlalu berlebihan,karena
apabila seorang anak mendapat perhatiaan yang berlebihan akan membuat mereka
susah untuk bersosialisasi dan selalu bergantung kepada orang tua.
Hal yang
harus di lakukan orang tua terhadap anak :
- Jadikanlah orang tua sebagai tokoh idola bagi anak
Keberadaan orang tua di dalam sebuah keluarga, merupakan suatu hal yang wajar. Akan tetapi kehadiran orang tua yang benar-benar bisa membuat suasana keluarga terasa lebih bermakna merupakan sebuah pilihan.
- Mengembangkan
Kasih Sayang Afirmatif
Menyayangi anak dan memenuhi semua permintaan mereka merupakan dua hal yang berbeda. Kasih sayang yang afirmatif berarti menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan emosi anak, dan mendukung melalui cara yang jelas dikenali oleh anak. Kasih sayang seperti ini lebih dari sekedar memberi pujian ketika anak mendapat nilai tinggi dalam ulangan, atau memeluk dan memberi ciuman pada saat tidur.
- Mengajarkan
dengan Memberi Teladan
Apabila anak-anak menyaksikan kita dengan tenang mebahas sebuah masalah, menguraikan segala sesuatunya, dan menyelesaikan masalah tersebut, anak-anak dengan sendirinya bisa meniru perilaku tersebut. Sebaliknya jika orang tua menunjukan sikap yang mudah menyingung perasaaan orang lain, tidak mau kalah, maka perilaku seperti inipun akan menjadi suatu yang ditiru oleh mereka.
- Keterlibatan
Orang Tua Dalam Proses Belajar Anak
Dari sekian banyak orang tua, hanya sedikit saja yang mau melibatkan diri dalam pendidikan anaknya, tetapi jumlah mereka tampaknya terus bertambah. Gerakan “bersekolah di rumah” misalnya, telah diikuti oleh sejumlah orang tua yang tidak mengirim anak-anaknya kemanapun, tetapi menyediakan seratus persen kebutuhan pendidikan mereka.
- Orang
Tua Harus Mengajarkan Pentingnya Kejujuran
Fakta dalam kehidupan sehari-hari membuktiakan bahwa anak-anak yang sering berbohong kebanyakaan berasal dari rumah tangga dengan orang tua yang juga sering berbohong. Selain itu, anak-anak yang berasal dari rumah tangga dengan pengawasan yang minim dari orang tua, bisa juga mengakibatkan bersikap tidak jujur.
- Cara
Orang Tua Mengajari Anak Mengendalikan Emosi
Tanpa keraguan, masalah emosi yang paling lazim di hadapi oleh anak-anak pada usia tingkat sekolah dasar adalah berhubungan dengan pengendalian amarah. Berdasarkan realitas sehari-hari pada saat ini, anak-anak yang dinyatakan pemarah, agresif, atau pembangkang lumayan besar jumlahnya.
Sebagai seorang tua latilah seorang anak agar selalu bisa bertanggung
jawab dengan hal-hal yang mereka dapatkan, dengan begitu anak akan terbiasa untuk
selalu bertanggung jawab dengan apa yang mereka lakukan.
Sebagai orang tua yang baik, jangan melihat
keburukan atau kebaikan. Namun lihatlah dari tata cara bergaul sang anak,
dengan siapa bergaul, bagaimana luas pergaulannya. Bukan sekedar untuk
membatasi sang anak dalam bergaul namun diharapkan impian melihat anak sukses mengarungi
kehidupan tanpa mengalami kesalahan dalam pergaulan baik dilingkungan keluarga,
atau lingkungan luar menjadi sebuah kenyataan. Manfaatnya kembali ke orang tua,
sebab sang anak lalu menjadi orang yang menghargai kedua orang tua.
perlu diingat oleh kedua orang tua adalah jika
seorang anak atau remaja kurang mendapatkan perhatian dari orang tua, besar
kemungkinan dia akan menjadi seorang anak dan remaja yang temperamental. Sang
anak menjadi bebas dalam melakukan segala hal, baik itu dalam hal kebaikan
maupun keburukan. Sebagai orangtua seharusnya memiliki kemampuan untuk
memusatkan perhatian pada perilaku positif serta tak lupa pada perilaku buruk
sang anak.
Jumat, 03 Mei 2013
KI HAJAR DEWANTARA DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
Hari Pendidikan Nasional 2 Mei diambil dari hari lahir Ki
Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan yang namanya masyhur dalam lembaran sejarah
bangsa. Berikut ini cerita singkat mengenai menteri pendidikan pertama republik
ini, yang punya sumbangsih begitu besar:
Perjalanan hidup
Sebagai bangsawan yang besar di lingkungan keraton Yogyakarta, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (nama asli Ki Hadjar) memperoleh pendidikan yang layak. Setelah menamatkan sekolah dasar di Europeesche Lagere Scholen (ELS, sekolah rendah berbahasa Belanda selama tujuh tahun), dia kemudian melanjutkan sekolah ke Stovia. Sayang, sekolahnya tidak selesai lantaran sakit.
Ki Hadjar Dewantara kemudian bekerja sebagai jurnalis. Dia terkenal andal menyajikan tulisan komunikatif, dengan pesan yang mampu membangkitkan semangat antikolonialisme bagi pembaca. Ada beberapa harian yang tercatat pernah menjadi tempat Ki Hadjar Dewantara menerbitkan tulisannya, yakni Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara.
Selain aktif menulis, Ki Hadjar juga mengikuti organisasi sosial dan politik Budi Utomo. Seiring waktu, dia berkenalan dengan tokoh penting seperti Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo. Mereka bertiga lalu mendirikan Indische Partij pada 25 Desember 1913 yang bertujuan mencapai Indonesia Merdeka. Di kemudian hari, organisasi ini ditolak pemerintah Hindia Belanda.
Perjuangan tetap berlanjut. Pada tahun 1913, ada dua artikel hasil goresan tangan beliau yang begitu terkenal. Yakni “Als ik eens Nederlander was” (Jika Saya Seorang Belanda) dan “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu Untuk Semua Tapi Semua untuk Satu Juga).
Tulisan “Jika Saya Seorang Belanda” membuat marah pemerintah kolonial. Gubernur Jenderal Idenburg menghukum Ki Hadjar Dewantara dengan mengasingkannya ke Pulau Bangka.
Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo (yang memprotes hukuman itu) pun ikut pula dihukum. Dekker dibuang ke Kupang dan Mangunkusumo ke Pulau Banda. Karena dipikir di tempat terpencil tidak banyak hal yang bisa diperoleh, ketiganya meminta diasingkan ke Belanda saja. Terkabul. Alhasil, mulai Agustus 1913, tiga serangkai ini diasingkan ke Belanda.
Di negeri penjajah inilah Ki Hadjar mulai tertarik pada pendidikan. Berkat kegigihannya dalam belajar, Ki Hadjar Dewantara memperoleh Europeesche Akte di bidang pendidikan dan pengajaran. Pada 1918, dia kembali ke tanah air.
Mendirikan Taman Siswa
Mimpi Ki Hadjar untuk bisa menyelenggarakan sekolah bagi masyarakat secara luas (tidak hanya orang Belanda dan priyayi) terwujud pada tanggal 3 Juli 1922, ketika dia mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau yang dikenal sebagai Perguruan Nasional Taman Siswa — sekolah yang bercorak nasional.
(Sebelumnya, pada tahun 1848, Belanda mendirikan 20 Regentschapscholen khusus bagi anak-anak priyayi. Tahun 1907, J.B. van Heutz mendirikan Volksschoelen (sekolah rakyat) yang menawarkan pendidikan tiga tahun menggunakan bahasa lokal dengan guru-guru pribumi.)
Tujuan utama pendirian Taman Siswa adalah memberikan pengajaran secara luas dengan dasar kerakyatan. Pendidikan Taman Siswa diarahkan untuk mengembangkan kepribadian yang baik dan kebebasan individu di dalam budaya nasional dan bukan kolonial.
Taman Siswa juga mandiri dalam mengurus diri, termasuk soal pendanaan. Sekolah ini tidak menerima subsidi dari pemerintah kolonial.
Walaupun demikian, Taman Siswa mampu berkembang dengan baik. Pendidikan yang diselenggarakan oleh Perguruan Taman Siswa melingkupi Taman Indria (TK), Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Guru (SPG), Taman Karya (SMK), dan Taman Madya (SMA). Taman Siswa pun mampu berkembang menjadi 166 sekolah pada 1932 (Kamus Sejarah Indonesia, Robert Cribb dan Audrey Kahin).
Taman Siswa sempat mengalami masalah ketika gubernur jendral De Jonge mengeluarkan “Ordonansi Pengawasan” yang dimuat dalam Saatsblad no. 494 tertanggal 17 September 1932 yang bertujuan “menertibkan” wilden scholen (sekolah “liar” yang tidak memperoleh subsidi dan ijazahnya tidak diakui oleh pemerintah kolonial). Setiap sekolah “liar” ini diwajibkan meminta izin pada pemerintah kolonial sebelum membuka kelas pengajaran. Guru yang mengajar pun harus memiliki izin.
Adanya peraturan ini tentu menimbulkan perlawanan. Ki Hadjar Dewantara bersama Mohammad Sjafei dari INS Sumatera Barat dengan dukungan dari 27 organisasi (PSII, Budi Utomo, Partindo, Muhammadiyah, dll) berhasil memimpin kampanye nasional yang berujung pada pencabutan peraturan tersebut. Jumlah sekolah liar diperkirakan mencai 2200 dengan 142 ribu murid pada akhir dekade 1930-an. Taman Siswa dan sekolah lainnya pun terus berkembang dan berdampak positif bagi pendidikan bangsa.
Tiga puluh tiga tahun sejak berdirinya Taman Siswa atau tepatnya pada 15 November 1955, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Prasarjana yang kini menjadi Universitas Sarjanawinata Tamansiswa (UST,). Dengan adanya Taman Prasarjana ini, pendidikan di Indonesia harus memungkinkan masyarakatnya untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
Setelah Indonesia merdeka, Ki Hadjar Dewantara diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan yang pertama. Berkat sumbangsihnya pada dunia pendidikan, Ki Hadjar Dewantara memperoleh gelar doktor kehormatan dari UGM pada 1957.
Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (Di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), dan Tut Wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan) senantiasa kita jumpai di setiap tingkatan pendidikan di negeri ini.
Semoga, momentum hari pendidikan tahun ini bisa kita gunakan untuk mengamalkan ajaran sederhana yang penuh makna tersebut, bukan sekadar menyuarakannya dengan lantang ketika upacara peringatan hari pendidikan nasional ( DI KUTIP DARI yahoo.co.id)
Perjalanan hidup
Sebagai bangsawan yang besar di lingkungan keraton Yogyakarta, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (nama asli Ki Hadjar) memperoleh pendidikan yang layak. Setelah menamatkan sekolah dasar di Europeesche Lagere Scholen (ELS, sekolah rendah berbahasa Belanda selama tujuh tahun), dia kemudian melanjutkan sekolah ke Stovia. Sayang, sekolahnya tidak selesai lantaran sakit.
Ki Hadjar Dewantara kemudian bekerja sebagai jurnalis. Dia terkenal andal menyajikan tulisan komunikatif, dengan pesan yang mampu membangkitkan semangat antikolonialisme bagi pembaca. Ada beberapa harian yang tercatat pernah menjadi tempat Ki Hadjar Dewantara menerbitkan tulisannya, yakni Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara.
Selain aktif menulis, Ki Hadjar juga mengikuti organisasi sosial dan politik Budi Utomo. Seiring waktu, dia berkenalan dengan tokoh penting seperti Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo. Mereka bertiga lalu mendirikan Indische Partij pada 25 Desember 1913 yang bertujuan mencapai Indonesia Merdeka. Di kemudian hari, organisasi ini ditolak pemerintah Hindia Belanda.
Perjuangan tetap berlanjut. Pada tahun 1913, ada dua artikel hasil goresan tangan beliau yang begitu terkenal. Yakni “Als ik eens Nederlander was” (Jika Saya Seorang Belanda) dan “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu Untuk Semua Tapi Semua untuk Satu Juga).
Tulisan “Jika Saya Seorang Belanda” membuat marah pemerintah kolonial. Gubernur Jenderal Idenburg menghukum Ki Hadjar Dewantara dengan mengasingkannya ke Pulau Bangka.
Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo (yang memprotes hukuman itu) pun ikut pula dihukum. Dekker dibuang ke Kupang dan Mangunkusumo ke Pulau Banda. Karena dipikir di tempat terpencil tidak banyak hal yang bisa diperoleh, ketiganya meminta diasingkan ke Belanda saja. Terkabul. Alhasil, mulai Agustus 1913, tiga serangkai ini diasingkan ke Belanda.
Di negeri penjajah inilah Ki Hadjar mulai tertarik pada pendidikan. Berkat kegigihannya dalam belajar, Ki Hadjar Dewantara memperoleh Europeesche Akte di bidang pendidikan dan pengajaran. Pada 1918, dia kembali ke tanah air.
Mendirikan Taman Siswa
Mimpi Ki Hadjar untuk bisa menyelenggarakan sekolah bagi masyarakat secara luas (tidak hanya orang Belanda dan priyayi) terwujud pada tanggal 3 Juli 1922, ketika dia mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau yang dikenal sebagai Perguruan Nasional Taman Siswa — sekolah yang bercorak nasional.
(Sebelumnya, pada tahun 1848, Belanda mendirikan 20 Regentschapscholen khusus bagi anak-anak priyayi. Tahun 1907, J.B. van Heutz mendirikan Volksschoelen (sekolah rakyat) yang menawarkan pendidikan tiga tahun menggunakan bahasa lokal dengan guru-guru pribumi.)
Tujuan utama pendirian Taman Siswa adalah memberikan pengajaran secara luas dengan dasar kerakyatan. Pendidikan Taman Siswa diarahkan untuk mengembangkan kepribadian yang baik dan kebebasan individu di dalam budaya nasional dan bukan kolonial.
Taman Siswa juga mandiri dalam mengurus diri, termasuk soal pendanaan. Sekolah ini tidak menerima subsidi dari pemerintah kolonial.
Walaupun demikian, Taman Siswa mampu berkembang dengan baik. Pendidikan yang diselenggarakan oleh Perguruan Taman Siswa melingkupi Taman Indria (TK), Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Guru (SPG), Taman Karya (SMK), dan Taman Madya (SMA). Taman Siswa pun mampu berkembang menjadi 166 sekolah pada 1932 (Kamus Sejarah Indonesia, Robert Cribb dan Audrey Kahin).
Taman Siswa sempat mengalami masalah ketika gubernur jendral De Jonge mengeluarkan “Ordonansi Pengawasan” yang dimuat dalam Saatsblad no. 494 tertanggal 17 September 1932 yang bertujuan “menertibkan” wilden scholen (sekolah “liar” yang tidak memperoleh subsidi dan ijazahnya tidak diakui oleh pemerintah kolonial). Setiap sekolah “liar” ini diwajibkan meminta izin pada pemerintah kolonial sebelum membuka kelas pengajaran. Guru yang mengajar pun harus memiliki izin.
Adanya peraturan ini tentu menimbulkan perlawanan. Ki Hadjar Dewantara bersama Mohammad Sjafei dari INS Sumatera Barat dengan dukungan dari 27 organisasi (PSII, Budi Utomo, Partindo, Muhammadiyah, dll) berhasil memimpin kampanye nasional yang berujung pada pencabutan peraturan tersebut. Jumlah sekolah liar diperkirakan mencai 2200 dengan 142 ribu murid pada akhir dekade 1930-an. Taman Siswa dan sekolah lainnya pun terus berkembang dan berdampak positif bagi pendidikan bangsa.
Tiga puluh tiga tahun sejak berdirinya Taman Siswa atau tepatnya pada 15 November 1955, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Prasarjana yang kini menjadi Universitas Sarjanawinata Tamansiswa (UST,). Dengan adanya Taman Prasarjana ini, pendidikan di Indonesia harus memungkinkan masyarakatnya untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
Setelah Indonesia merdeka, Ki Hadjar Dewantara diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan yang pertama. Berkat sumbangsihnya pada dunia pendidikan, Ki Hadjar Dewantara memperoleh gelar doktor kehormatan dari UGM pada 1957.
Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (Di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), dan Tut Wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan) senantiasa kita jumpai di setiap tingkatan pendidikan di negeri ini.
Semoga, momentum hari pendidikan tahun ini bisa kita gunakan untuk mengamalkan ajaran sederhana yang penuh makna tersebut, bukan sekadar menyuarakannya dengan lantang ketika upacara peringatan hari pendidikan nasional ( DI KUTIP DARI yahoo.co.id)
Jumat, 15 Maret 2013
SEJARAH LAHIRNYA HARI JADI DOMPU
Berbicara soal
sejarah lahirnya sebuah daerah, adalah sesuatu yang menarik. Demikian pula
sejarah lahirnya hari jadi Dompu, sudah sering dibicarakan oleh berbagai
kalangan, baik melalui rapat, seminar, diskusi maupun lewat media masa.
Penetapan hari jadi Dompu dimulai sejak pemerintahan bupati Dompu drs. H. Umar
yusuf, msc sejak tahun 1989 / 1994 hingga periode pertama pemerintahan bupati
Dompu h.abubakar ahmad, sh tahun 2000 – 2005.
1. Periode
pemerintahan bupati Dompu drs. H. Umar yusuf. M.sc (1989 – 1994).
Pada periode
tersebut sudah mulai dibicarakan secara serius tentang perlunya mencari dan
menetapkan hari jadi Dompu. Maka berbagai pihak telah menyepakati dan
menetapkan tanggal 12 september 1947 sebagai hari jadi Dompu. Kesepakatan dan
penetapan tersebut, berdasarkan suatu penilaian, bahwa tanggal 12 september
1947 merupakan saat pengangkatan sultan Dompu terakhir, yaitu sultan m. Tajul
arifin sirajuddin, sebagai kepala daerah swapraja, oleh berbagai kalangan dapat
dipandang sebagai tonggak sejarah, namun masih diperdebatkan oleh banyak pihak,
walaupun sudah sempat diperingati untuk pertama kalinya pada tanggal 12
september 1993,namun penetapan hari jadi Dompu tanggal 12 september 1947 mentah
kembali.
2. Periode i
pemerintahan bupati Dompu h. Abubakar ahmad, sh (2000 – 2005).
Pada periode ini
penelusuran, dan pembahasan hari jadi Dompu diungkap kembali. Pada hari rabu
tanggal 15 agustus 2001 di gedung sama ngawa Dompu diadakan seminar sehari
diikuti oleh berbagai kalangan masayarakat (birokrat, tomas, toga, tokoh pemuda
) baik yang ada di Dompu maupun yang ada diluar Dompu dengan tujuan mencari,
menelusuri , merumuskan dan menetapkan hari jadi Dompu.
Melalui
keputusan bupati Dompu nomor 172 tahun 2001 membentuk tim perumus hari jadi
Dompu. Tim bekerja dengan menggali berbagai dokumen dan mendengarkan berbagai
informasi, telah merumuskan dan menetapkan hari jadi Dompu, pada hari jum’at
tanggal 24 september 1545 atau bertepatan dengan tanggal 8 rajab 952 h. Adapun
yang menjadi dasar pemikiran tim perumus pada saat itu yakni, bahwa pada
tanggal tersebut bertepatan dengan pelantikan sultan Dompu pertama, yakni
sultan syamsuddin pada tahun 1545.
Di tengah
perjalanan, usulan hari jadi Dompu yang jatuh pada tanggal 24 september 1545
tersebut masih menjadi perdebatan dari berbagai pihak. Akhirnya bupati Dompu
saat itu memutuskan untuk menunda penetapan hari jadi Dompu sambil menunggu dan
mencari data yang lebih akurat lagi. Setelah beberapa waktu soal penetapan hari
jadi Dompu tidak di bahas, datang usulan dan masukan dari berbagai kalangan
masyarakat Dompu berupa konsep atau naskah sebagai bahan acuan untuk mencari
dan menetapkan hari jadi Dompu.
1. Konsep m. El.
Hayyat ong (h.muhammad yahya)
Mengusulkan
tanggal 22 januari sebagai hari jadi Dompu, karena pada tanggal tersebut
bertepatan dengan pemindahan kerangka jenazah sultan muhammad sirajuddin (
sultan manuru kupa ) dari kupang ntt ke kabupaten Dompu .
2. Konsep h.m.
Djafar ahmad.
Mengusulkan
tanggal 12 september 1545 dan tanggal 12 september 1947, dasar pemikiran usulan
tersebut yakni bertepatan dengan residen timur dan daerah taklukannya
menetapkan Dompu berpemerintahan sendiri sebagai zelfbestur, sedangkan tahun
1545 dilantiknya sultan syamsuddin sebagai sultan pertama Dompu.
3. Konsep drs.
M. Ilyas salman dan kawan-kawan.
Tim ini tidak
menetapkan tanggal, bulan dan tahun, melainkan hanya mengutarakan beberapa
kejadian / peristiwa sejarah penting sebagai alternatif untuk dipilih sebagai
hari jadi Dompu yaitu :
A. Tahun 1360 pengucapan sumpah
palapa oleh gajah mada yang mempersatukan semua wilayah nusantara dibawah
kekuasaan kerajaan majapahit.
kekuasaan kerajaan majapahit.
B. Tanggal 5 mei
1667 penandatanganan perjanjian bongaya antara sultan goa, yaitu sultan
hasanuddin dengan voc, bahwa makasar harus melepaskan kekuasaan politiknya
terhadap pulau sumbawa termasuk Dompu
C. Tanggal 10
0ktober 1674, surat resmi pertama raja Dompu kepada jenderal voc di batavia,
memuat kunjungan resmi kapten maros sebagai utusan voc.
D. Tanggal 22
juli 1675 kontrak antara kerajaan sumbawa,Dompu dan tambora tentang batas
wilayah.
E. Tanggal 30
september 1748, penandatanganan kontrak perbatasan antara kerajaan Dompu dan
tambora;
F. Tanggal 9
juli 1792, perjanjian politik kontrak adat, antara rakyat dan raja tentang
kewajiban dan hak kedua belah pihak;
G. Tanggal 27
desember 1822, muncul resolusi resmi yang dikeluarkan oleh pemerintahan hindia
belanda yang memuat pengaturan bahwa raja Dompu memiliki kekuasaan di samping
sultan bima.
Beberapa tahun
kemudian tampaknya pengungkapan hari jadi Dompu yang belum rampung itupun,
sepertinya menjadi tanggung jawab bagi pemerintahan h. Abubakar ahmad saat itu.
Akhirnya bupati Dompu mempunyai
gagasan untuk meminta bantuan kepada salah seorang ahli sejarah nasional asal
Dompu yang tinggal di bandung, yakni prof. Dr. Helyus syamsuddin, phd (guru
besar pada ikip bandung). Prof. Dr. Helyus syamsuddin, hadir ke Dompu sekaligus
di gelar kegiatan seminar bersama tim perumus hari jadi Dompu yang saat itu
dipimpin ketua komisi `e` dprd Dompu h. Yusuf djamaluddin, membahas soal
penetapan hari jadi Dompu di gedung dprd Dompu pada hari jum’at tanggal 18 juni
2004.
Melalui seminar yang dihadiri
oleh bupati Dompu dan sejumlah toga, toma, tokoh pemuda, tokoh wanita serta
dari berbagai komponen masyarakat. Setelah melalui pembahasan yang cukup
panjang akhirnya pada hari sabtu tanggal 19 juni 2004, dewan perwakilan rakyat
daerah kabupaten Dompu menyetujui penetapan hari jadi Dompu jatuh pada hari
selasa tanggal 11 april 1815 atau bertepatan dengan tahun islam yakni, 1
jumadil awal 1230 h. Keputusan tersebut selanjutnya dituangkan dalam peraturan
daerah (perda) nomor 18 tanggal 19 juni 2004.
Dalam makalahnya yang berjudul
”hari jadi daerah Dompu sebuah usul alternatif” dipaparkan antara lain bahwa,
ada ilustrasi sejarah indonesia, mungkin bermanfaat untuk ditambahkan bahwa
peristiwa bencana alam, politik atau peperangan dapat saja dijadikan
patokan-patokan sejarah yang amat penting. Dalam sejarah indonesia di jawa
misalnya, malapetaka yang ditimbulkan oleh letusan dahsyat gunung merapi di
jawa tengah, telah memaksa pusat pemerintahan mataram kuno (hindu) pindah dari
jawa tengah ke jawa timur pada sekitar abad ke-10.
Analogi dengan
itu, ketika menggambarkan malapeta yang menimpa daerah Dompu – bima mengutip
tulisan j.olivier (1816), bahwa keterangan terakhir memberikan kunci kepada
kita, bahwa mengapa istana Dompu yang dahulu, semula berada di bata (istana
doro bata)?, jawabannya karena tertimbun abu dan tidak bisa lagi di diami / di
huni, lalu di tinggalkan.
Jadi istana bata dulu merupakan
sebuah situs sejarah penting di Dompu, yaitu situs istana tua Dompu (asi ntoi)
yang letaknya di selatan sorina’e (sekarang kelurahan kandai satu kecamatan
Dompu) yang kemudian di pindahkan kesebelah utara sungai. Disinilah selanjutnya
di dirikan istana baru (asi bou) letaknya dulu dilokasi masjid raya sekarang
(masjid agung baiturrahman Dompu).
Letusan gunung
tambora yang memaksa ini semua terjadi. Perpindahan istana lama ke istana baru,
pemerintahan pindah dari selatan sungai kesebelah utara sungai (sori na’e).
Apakah ini tidak merupakan suatu simbol kelahiran baru pemerintahan, meskipun sultan
Dompu yang memerintah saat itu masih sultan abdul rasul (1808 – 1840).
Jadi kita
melihat ada perubahan dan keberlanjutan. Sultan inilah yang mendapat gelar
”sultan ma ntau bata bou”
Yang kedua,
dengan meletusnya gunung tambora maka 3 kerajaan sekitar tambora luluh lantah
yakni, kerajaan tambora, kerajaan pekat dan kerajaan sanggar yang menyisakan
penduduknya tinggal 200 orang saja.
Tanah yang tidak
berpenduduk dari kerajaan pekat dan sebagian kerajaan tambora dikuasai sultan
Dompu untuk memperluas wilayahnya. Jadi dengan dua alasan tersebut yaitu,
pindahnya asi ntoi ke asi bou serta perluasan wilayah kesultanan dengan
masuknya kerajaan pekat dan tambora, merupakan dasar pertimbangan demografis –
sosiologis.
Dompu, karena
malapetaka tersebut, dalam perjalanan waktu puluhan bahkan ratusan tahun,
kemudian Dompu terpaksa menerima imigrasi penduduk dari kerajaan sekitarnya,
khususnya dari wilayah kerajaan bima (mbojo). Terbentuklah komunitas-komunitas
bima di Dompu. Atas persetujuan sultan Dompu dan bima di datangkanlah rakyat
kolonisasi (pembojong) dari bima dengan syarat bahwa rakyat itu menjadi rakyat
kerajaan Dompu. Karena itu bertambah jumlah kampung dan jiwa di Dompu seperti :
kampung bolonduru, bolo baka, monta baru, rasana’e, buncu, dan lain-lainnya.
Bagaimanapun
juga ada hukum sejarah, bahwa sejarah itu adalah rangkaian dinamis dan dialogis
antara keberlanjutan dan perubahan.
Dompu ntoi
sebelum tambora meletus dan Dompu bou setelah tambora meletus adalah Dompu yang
satu itu juga. Yang jelas saat ini, Dompu sudah mempunyai lambang jati diri
sebagai sebuah wilayah otonomi seperti daerah-daerah lainnya yang ada di
indonesia.
Setelah sekian
tahun mendambakan hari jadinya, dengan segala upaya dan kerja keras dari
seluruh komponen masyarakat yang ada di Dompu, kini Dompu telah menemukan jati
dirinya yang sebenarnya. Dengan telah di tetapkan hari jadi Dompu tanggal 11
april 1815 atau bertepatan dengan 1 jumadil awal 1230 h, melalui peraturan
daerah kabupaten Dompu nomor 18 tanggal 19 bulan juni 2004.
Dengan telah di
tetapkannya hari jadi Dompu ini di harapkan agar supaya dapat lebih memacu dan
memotivasi bagi seluruh masyarakat Dompu dalam membangun daerahnya yang
bermotto ”nggahi rawi pahu” (satunya kata dengan perbuatan).(*).
Berbicara soal sejarah lahirnya sebuah
daerah, adalah sesuatu yang menarik. Demikian pula sejarah lahirnya hari jadi
Dompu, sudah sering dibicarakan oleh berbagai kalangan, baik melalui rapat,
seminar, diskusi maupun lewat media masa. Penetapan hari jadi Dompu dimulai
sejak pemerintahan bupati Dompu drs. H. Umar yusuf, msc sejak tahun 1989 / 1994
hingga periode pertama pemerintahan bupati Dompu h.abubakar ahmad, sh tahun
2000 – 2005.1. Periode pemerintahan bupati Dompu drs. H. Umar yusuf. M.sc (1989
– 1994).Pada periode tersebut sudah mulai dibicarakan secara serius tentang
perlunya mencari dan menetapkan hari jadi Dompu. Maka berbagai pihak telah
menyepakati dan menetapkan tanggal 12 september 1947 sebagai hari jadi Dompu.
Kesepakatan dan penetapan tersebut, berdasarkan suatu penilaian, bahwa tanggal
12 september 1947 merupakan saat pengangkatan sultan Dompu terakhir, yaitu
sultan m. Tajul arifin sirajuddin, sebagai kepala daerah swapraja, oleh
berbagai kalangan dapat dipandang sebagai tonggak sejarah, namun masih
diperdebatkan oleh banyak pihak, walaupun sudah sempat diperingati untuk
pertama kalinya pada tanggal 12 september 1993,namun penetapan hari jadi Dompu
tanggal 12 september 1947 mentah kembali.2.
Periode i pemerintahan bupati
Dompu h. Abubakar ahmad, sh (2000 – 2005).Pada periode ini penelusuran, dan
pembahasan hari jadi Dompu diungkap kembali. Pada hari rabu tanggal 15 agustus
2001 di gedung sama ngawa Dompu diadakan seminar sehari diikuti oleh berbagai
kalangan masayarakat (birokrat, tomas, toga, tokoh pemuda ) baik yang ada di Dompu
maupun yang ada diluar Dompu dengan tujuan mencari, menelusuri , merumuskan dan
menetapkan hari jadi Dompu.Melalui keputusan bupati Dompu nomor 172 tahun 2001
membentuk tim perumus hari jadi Dompu. Tim bekerja dengan menggali berbagai
dokumen dan mendengarkan berbagai informasi, telah merumuskan dan menetapkan
hari jadi Dompu, pada hari jum’at tanggal 24 september 1545 atau bertepatan
dengan tanggal 8 rajab 952 h. Adapun yang menjadi dasar pemikiran tim perumus
pada saat itu yakni, bahwa pada tanggal tersebut bertepatan dengan pelantikan
sultan Dompu pertama, yakni sultan syamsuddin pada tahun 1545.Di tengah
perjalanan, usulan hari jadi Dompu yang jatuh pada tanggal 24 september 1545
tersebut masih menjadi perdebatan dari berbagai pihak. Akhirnya bupati Dompu
saat itu memutuskan untuk menunda penetapan hari jadi Dompu sambil menunggu dan
mencari data yang lebih akurat lagi. Setelah beberapa waktu soal penetapan hari
jadi Dompu tidak di bahas, datang usulan dan masukan dari berbagai kalangan
masyarakat Dompu berupa konsep atau naskah sebagai bahan acuan untuk mencari
dan menetapkan hari jadi Dompu.1. Konsep m. El. Hayyat ong (h.muhammad
yahya)Mengusulkan tanggal 22 januari sebagai hari jadi Dompu, karena pada
tanggal tersebut bertepatan dengan pemindahan kerangka jenazah sultan muhammad
sirajuddin ( sultan manuru kupa ) dari kupang ntt ke kabupaten Dompu .2. Konsep
h.m. Djafar ahmad.Mengusulkan tanggal 12 september 1545 dan tanggal 12
september 1947, dasar pemikiran usulan tersebut yakni bertepatan dengan residen
timur dan daerah taklukannya menetapkan Dompu berpemerintahan sendiri sebagai
zelfbestur, sedangkan tahun 1545 dilantiknya sultan syamsuddin sebagai sultan
pertama Dompu.3. Konsep drs. M. Ilyas salman dan kawan-kawan.Tim ini tidak
menetapkan tanggal, bulan dan tahun, melainkan hanya mengutarakan beberapa
kejadian / peristiwa sejarah penting sebagai alternatif untuk dipilih sebagai
hari jadi Dompu yaitu :A. Tahun 1360 pengucapan sumpah palapa oleh gajah mada
yang mempersatukan semua wilayah nusantara dibawah kekuasaan kerajaan
majapahit.B. Tanggal 5 mei 1667 penandatanganan perjanjian bongaya antara
sultan goa, yaitu sultan hasanuddin dengan voc, bahwa makasar harus melepaskan
kekuasaan politiknya terhadap pulau sumbawa termasuk DompuC. Tanggal 10 0ktober
1674, surat resmi pertama raja Dompu kepada jenderal voc di batavia, memuat
kunjungan resmi kapten maros sebagai utusan voc.D. Tanggal 22 juli 1675 kontrak
antara kerajaan sumbawa,Dompu dan tambora tentang batas wilayah.E. Tanggal 30
september 1748, penandatanganan kontrak perbatasan antara kerajaan Dompu dan
tambora;F. Tanggal 9 juli 1792, perjanjian politik kontrak adat, antara rakyat
dan raja tentang kewajiban dan hak kedua belah pihak;G. Tanggal 27 desember
1822, muncul resolusi resmi yang dikeluarkan oleh pemerintahan hindia belanda
yang memuat pengaturan bahwa raja Dompu memiliki kekuasaan di samping sultan
bima.Beberapa tahun kemudian tampaknya pengungkapan hari jadi Dompu yang belum
rampung itupun, sepertinya menjadi tanggung jawab bagi pemerintahan h. Abubakar
ahmad saat itu.Akhirnya bupati Dompu mempunyai gagasan untuk meminta bantuan
kepada salah seorang ahli sejarah nasional asal Dompu yang tinggal di bandung,
yakni prof. Dr. Helyus syamsuddin, phd (guru besar pada ikip bandung). Prof.
Dr. Helyus syamsuddin, hadir ke Dompu sekaligus di gelar kegiatan seminar
bersama tim perumus hari jadi Dompu yang saat itu dipimpin ketua komisi `e`
dprd Dompu h. Yusuf djamaluddin, membahas soal penetapan hari jadi Dompu di
gedung dprd Dompu pada hari jum’at tanggal 18 juni 2004.Melalui seminar yang
dihadiri oleh bupati Dompu dan sejumlah toga, toma, tokoh pemuda, tokoh wanita
serta dari berbagai komponen masyarakat. Setelah melalui pembahasan yang cukup
panjang akhirnya pada hari sabtu tanggal 19 juni 2004, dewan perwakilan rakyat
daerah kabupaten Dompu menyetujui penetapan hari jadi Dompu jatuh pada hari
selasa tanggal 11 april 1815 atau bertepatan dengan tahun islam yakni, 1
jumadil awal 1230 h. Keputusan tersebut selanjutnya dituangkan dalam peraturan
daerah (perda) nomor 18 tanggal 19 juni 2004.Dalam makalahnya yang berjudul
”hari jadi daerah Dompu sebuah usul alternatif” dipaparkan antara lain bahwa,
ada ilustrasi sejarah indonesia, mungkin bermanfaat untuk ditambahkan bahwa
peristiwa bencana alam, politik atau peperangan dapat saja dijadikan
patokan-patokan sejarah yang amat penting. Dalam sejarah indonesia di jawa
misalnya, malapetaka yang ditimbulkan oleh letusan dahsyat gunung merapi di
jawa tengah, telah memaksa pusat pemerintahan mataram kuno (hindu) pindah dari
jawa tengah ke jawa timur pada sekitar abad ke-10.Analogi dengan itu, ketika
menggambarkan malapeta yang menimpa daerah Dompu – bima mengutip tulisan
j.olivier (1816), bahwa keterangan terakhir memberikan kunci kepada kita, bahwa
mengapa istana Dompu yang dahulu, semula berada di bata (istana doro bata)?,
jawabannya karena tertimbun abu dan tidak bisa lagi di diami / di huni, lalu di
tinggalkan.Jadi istana bata dulu merupakan sebuah situs sejarah penting di
Dompu, yaitu situs istana tua Dompu (asi ntoi) yang letaknya di selatan
sorina’e (sekarang kelurahan kandai satu kecamatan Dompu) yang kemudian di
pindahkan kesebelah utara sungai. Disinilah selanjutnya di dirikan istana baru
(asi bou) letaknya dulu dilokasi masjid raya sekarang (masjid agung baiturrahman
Dompu).Letusan gunung tambora yang memaksa ini semua terjadi. Perpindahan
istana lama ke istana baru, pemerintahan pindah dari selatan sungai kesebelah
utara sungai (sori na’e). Apakah ini tidak merupakan suatu simbol kelahiran
baru pemerintahan, meskipun sultan Dompu yang memerintah saat itu masih sultan
abdul rasul (1808 – 1840).Jadi kita melihat ada perubahan dan keberlanjutan.
Sultan inilah yang mendapat gelar ”sultan ma ntau bata bou”Yang kedua, dengan
meletusnya gunung tambora maka 3 kerajaan sekitar tambora luluh lantah yakni,
kerajaan tambora, kerajaan pekat dan kerajaan sanggar yang menyisakan
penduduknya tinggal 200 orang saja.Tanah yang tidak berpenduduk dari kerajaan
pekat dan sebagian kerajaan tambora dikuasai sultan Dompu untuk memperluas
wilayahnya. Jadi dengan dua alasan tersebut yaitu, pindahnya asi ntoi ke asi
bou serta perluasan wilayah kesultanan dengan masuknya kerajaan pekat dan
tambora, merupakan dasar pertimbangan demografis – sosiologis.Dompu, karena
malapetaka tersebut, dalam perjalanan waktu puluhan bahkan ratusan tahun,
kemudian Dompu terpaksa menerima imigrasi penduduk dari kerajaan sekitarnya,
khususnya dari wilayah kerajaan bima (mbojo). Terbentuklah komunitas-komunitas
bima di Dompu. Atas persetujuan sultan Dompu dan bima di datangkanlah rakyat
kolonisasi (pembojong) dari bima dengan syarat bahwa rakyat itu menjadi rakyat
kerajaan Dompu. Karena itu bertambah jumlah kampung dan jiwa di Dompu seperti :
kampung bolonduru, bolo baka, monta baru, rasana’e, buncu, dan lain-lainnya.Bagaimanapun
juga ada hukum sejarah, bahwa sejarah itu adalah rangkaian dinamis dan dialogis
antara keberlanjutan dan perubahan.Dompu ntoi sebelum tambora meletus dan Dompu
bou setelah tambora meletus adalah Dompu yang satu itu juga. Yang jelas saat
ini, Dompu sudah mempunyai lambang jati diri sebagai sebuah wilayah otonomi
seperti daerah-daerah lainnya yang ada di indonesia.Setelah sekian tahun
mendambakan hari jadinya, dengan segala upaya dan kerja keras dari seluruh
komponen masyarakat yang ada di Dompu, kini Dompu telah menemukan jati dirinya
yang sebenarnya. Dengan telah di tetapkan hari jadi Dompu tanggal 11 april 1815
atau bertepatan dengan 1 jumadil awal 1230 h, melalui peraturan daerah
kabupaten Dompu nomor 18 tanggal 19 bulan juni 2004.Dengan telah di tetapkannya
hari jadi Dompu ini di harapkan agar supaya dapat lebih memacu dan memotivasi
bagi seluruh masyarakat Dompu dalam membangun daerahnya yang bermotto ”nggahi
rawi pahu” (satunya kata dengan perbuatan).(*).
Rabu, 13 Maret 2013
Internet Bukan Cuma Facebook Doang
Kurang lebih sudah dua tahun ini demam intenet di Kabupaten Dompu sudah terasa sangat mewarnai kehidupan di Kabupaten Dompu, warnet tumbuh subur bagai jamur di musim hujan tak ayal hampir setiap hari tak pernah sepi dari pengunjung/pengguna internet ada yang sekedar update status di facebook atau hanya main game online
Kehidupan Online sepertinya sudah masuk dan menjadi gaya hidup bagi masyarakat Dompu, di sana sini para remaja sibuk menanyakan apa nama akun Facebookmu..? sepertinya kalau tidak punya akun di facebook akan di cap sebagai remaja ketinggalan jaman alias DOU KAMPO (orang kampung).
Banyak remaja rela berjam-jam di depan komputer atau Hp haya untuk Update status facebook ...selamat pagi semua, hari ini badanku terasa kaku, aku berhasil pipis di kasur,,,,dan masih banyak status-status facebook lainnya. yang hanya membuang waktu kalau kita mau belajar dan berusah untuk merubah sebenarnya masih ada fungsi lain dari internet selain dari facebook yaitu membuat Blog. lewat blog kita bisa menuangkan ide, pikiran cerita dan informasi lewat blog ide, cerita yang kita tulis akan di baca oleh pengguna di seluruh dunia namun sangat sedikit sekali orang yang paham mengenai internet.
Semoga di Kabupaten Dompu Muncul Bloger-bloger muda yang penuh inspirasi guna memajukan kabupaten kita sehingga kita jauh dari kata TERTINGGAL..
Senin, 11 Maret 2013
isteri yang menyejukkan hati
Istri yang Menyejukkan Hati
21 Votes
Sebaris
kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seorang istri yang ingin menjadi
perhiasan terindah dunia dan bidadarinya akhirat yaitu wanita
shalihah. Semoga melalui kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi
seseorang yang mendambakan keluarga sakinah mawadah wa rahmah yang
diridhai oleh Allah ‘Azza wa jalla
Ia menceritakan pengalamannya:
“Ketika aku menikahi Zainab binti Hudair aku berkata dalam hati: Aku
telah menikah dengan seorang wanita Arab yang paling keras dan paling
kaku tabiatnya. Aku teringat tabiat wanita-wanita bani Tamim dan
kerasnya hati mereka. Aku berkeinginan untuk menceraikannya. Kemudian
aku berkata (dalam hati): “Aku pergauli dulu (yaitu menikah dan
berhubungan dengannya), jika aku dapati apa yang aku suka, aku tahan ia.
Dan jika tidak, aku ceraikan ia.”
Kemudian datanglah wanita-wanita bani Tamim mengantarkannya. Dan
setelah ditempatkan dalam rumah, aku berkata, “Wahai fulanah,
sesungguhnya menurut sunnah apabila seorang wanita masuk menemui
suaminya hendaklah si suami shalat dua rakaat dan si istri juga shalat
dua rakaat.”
Akupun bangkit mengerjakan shalat kemudian aku menoleh ke belakang
ternyata ia ikut shalat di belakangku. Seusai shalat para budak-budak
wanita pengiringnya datang dan mengambil pakaianku dan memakaikan padaku
pakaian tidur yang telah dicelup dengan za’faran.
Dan tatkala rumah sudah kosong, aku mendekatinya dan aku ulurkan tanganku kepadanya. Ia berkata, “Tahan dulu (sabar dulu).”
Aku berkata dalam hati, “Satu malapetaka telah menimpa diriku.” (yakni musibah telah menimpa dirinya)
Aku berkata dalam hati, “Satu malapetaka telah menimpa diriku.” (yakni musibah telah menimpa dirinya)
Lalu ia memuji Allah kemudian memanjatkan shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lalu berkata, “Aku adalah seorang wanita Arab. Demi Allah, aku tidak
pernah melangkah kecuali kepada perkara yang diridhai Allah. Dan engkau
adalah lelaki asing, aku tidak mengenali perilakumu (yakni aku belum
mengenal tabiatmu).
Beritahulah kepadaku apa saja yang engkau suka hingga aku akan melakukannya dan apa saja yang engkau benci hingga aku bisa menghindarinya.”
Beritahulah kepadaku apa saja yang engkau suka hingga aku akan melakukannya dan apa saja yang engkau benci hingga aku bisa menghindarinya.”
Aku berkata kepadanya, “Aku suka begini dan begini (Syuraih
menyebutkan satu persatu perkataan, perbuatan, makanan dan segala
sesuatu yang disukainya) dan aku benci begini dan begini (Syuraih
menyebutkan semua perkara yang ia benci).”
Ia berkata lagi, “Beritahukan kepadaku siapa saja anggota keluargaku yang engkau suka bila ia mengunjungimu?”
Aku (Syuraih) berkata, “Aku adalah seorang qadhi, aku tidak suka mereka (anggota keluargamu) membuatku bosan.”
Aku (Syuraih) berkata, “Aku adalah seorang qadhi, aku tidak suka mereka (anggota keluargamu) membuatku bosan.”
Maka akupun melewati malam yang paling indah, dan aku tidur tiga malam bersamanya. Kemudian aku keluar menuju majelis qadha’, dan aku tidak melewati satu hari melainkan hari itu lebih baik daripada hari sebelumnya.
Tibalah waktu kunjungan mertua.
Yaitu genap satu tahun (setelah berumah tangga).
Aku masuk ke dalam rumahku. Aku dapati seorang wanita tua sedang menyuruh dan melarang.
Aku bertanya, “Hai Zainab, siapakah wanita ini?”
Istriku menjawab, “Ia adalah ibuku.”
“Marhaban”, sahutku.
Ia (ibu mertua) berkata, “Bagaimana keadaanmu hai Abu Umayyah?”
“Alhamdulillah baik-baik saja”, jawabku.
“Bagaimana keadaan istrimu?” Tanyanya.
Aku menjawab, “Istri yang paling baik dan teman yang paling cocok. Ia mendidik dengan baik dan membimbing adab dengan baik pula.”
Yaitu genap satu tahun (setelah berumah tangga).
Aku masuk ke dalam rumahku. Aku dapati seorang wanita tua sedang menyuruh dan melarang.
Aku bertanya, “Hai Zainab, siapakah wanita ini?”
Istriku menjawab, “Ia adalah ibuku.”
“Marhaban”, sahutku.
Ia (ibu mertua) berkata, “Bagaimana keadaanmu hai Abu Umayyah?”
“Alhamdulillah baik-baik saja”, jawabku.
“Bagaimana keadaan istrimu?” Tanyanya.
Aku menjawab, “Istri yang paling baik dan teman yang paling cocok. Ia mendidik dengan baik dan membimbing adab dengan baik pula.”
Ia berkata, “Sesungguhnya seorang wanita tidak akan terlihat dalam
kondisi yang paling buruk tabiatnya kecuali pada dua keadaan: Apabila
sudah punya kedudukan di sisi suaminya dan apabila telah melahirkan
anak. Apabila engkau melihat sesuatu yang tak mengenakkan padanya pukul
saja. Karena, tidaklah kaum lelaki memperoleh sesuatu yang lebih buruk
dalam rumahnya selain wanita warhaa’ (yaitu wanita yang tidak punya kepandaian dalam melakukan tugasnya).
Syuraih berkata, “Ibu mertuaku datang setiap tahun sekali kemudian ia
pergi sesudah bertanya kepadaku tentang apa yang engkau sukai dari
kunjungan keluarga istrimu ke rumahmu?” Aku menjawab pertanyaannya,
“Sekehendak mereka!” Yaitu sesuka mereka saja.
Aku hidup bersamanya selama dua puluh tahun, aku tidak pernah sekalipun mencelanya dan aku tidak pernah marah terhadapnya.”
Dikutip dari buku Agar Suami Cemburu Padamu karya Dr. Najla’ As-Sayyid Nayil, penerbit Pustaka At-Tibyan
Langganan:
Postingan (Atom)